“Baku Mutu Lingkungan Sebagai Batasan Keserakahan”
Oleh : Angger Wijayarto
Berpangkal pada
Tugas manusia sebagai khalifah Allah dimuka bumi ini dapat dipahami dari Firman
Allah dam Q.S. Ayat 30 “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khilafah dimuka bumi.
“Mereka berkata: Mengapa engkau hendak menjadikan (khilafah) dibumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal
kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan Engkau?:
“Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Apa yang dimaksud
dengan khalifah? Kata Khalifah berasal dari kata “khaif” (Menggantikan,
mengganti) atau kata “khalaf” (orang yang dataang kemudian sebagai lawan dari
kata “salaf” (orang yang terdahulu). Sedangkan arti kata khilafah adalah
menggantikan yang lain, adakalanya karena tidak adanya (tidak hadirnya) orang
yang diganti, dan adakalanya karena memuliakan (memberi penghargaan) atau
mengangkat kedudukan orang yang dijadikan pengganti.
Tugas manusia
sebagai khalifah dimuka bumi antara lain menyangkut tugas mewujudkan kemakmuran
dimuka bumi, serta mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan hidup dimuka bumi.
Mewujudkannya dengan cara beriman dan beramal shaleh, bekerjasama dalam
menegakkan kebenaran dan bekerjasama dalam menegakkan kesabaran. Karena tugas
khalifahan merupakan tugas suci dan amanah dari Allah SWT sejak manusia pertama
hingga manusia akhir zaman yang akan datang, dan merupakan perwujudan dari
pelaksanaan pengabdian kepadanya.
Dalam upaya menjalankan tugasnya sebagi Khalifah
dimuka bumi ini, Manusia melakukan usaha untuk dapat mempertahankan hidupnya,
Manusia sebagai makhluk hidup tentulah butuh makan,minum, pakaian dan tempat
tinggal sebagai kebutuhan pokoknya. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut
manusia akan memanfaatkan hal-hal yang tersebut, manusia memanfaatkan hal-hal
yang telah disediakan oleh alam, mereka meramu, berburu,
bercocok tanam,
berternak, hingga sekarang menambang sumber daya mineral, semua itu tidak lain
untuk mempertahakan kelangsungan hidupnya.
Namun disisi yang
berbeda Manusia itu serakah. Pernyataan ini
jelas tak terpungkiri, dan sejak lama telah teridentifikasi. Keserakahan
sebagai bentuk perilaku tidak pernah merasa cukup atas segala nikmat yang telah
didapatkan. Keserakahan dalam diri manusia tidak akan pernah hilang, sampai ia
terbaring di sebelah ajal. Bila tidak ditopang oleh iman yang teguh, sepanjang
hidupnya manusia akan dikuasai oleh nafsu yang pada akhirnya menjerumuskan diri
kepada nilai-nilai semu, membuat penderitaannya sendiri dan juga penderitaan
bagi orang lain.
Sifat
serakah ini menyebabkan manusia melakukan eksploitasi terhadap alam bukan hanya
diambil manfaatnya guna melanjutkan kelangsungan hidupnya, tetapi sudah
berorientasi pada usaha pemuasan terhadap napsunya, padahal mereka keliru,
sejatinya napsu itu tak akan terpuaskan sebelum ajal menjelang.
Merujuk
dari Diskursus diatas, perlu kita ketahui bahwasannya alam sejatinya
diperbolehkan untuk diambil manfaatnya oleh manusia dan makhluk hidup lainnya.
Pemanfaatan sumber daya alam haruslah bijak, kita haruslah memperhatikan
hal-hal yang berkaitan dengan keseimbangan alam, jangan sampai kita sampai
keterlaluan dalam mengeksploitasi kekayaan alam, hingga pada akhirnya alamnya
rusak bahkan memberikan pelajaran berupa musibah bagi kita. Dalam upaya menjaga keseimbangn alam
tersebut, kita harus mengetahui bahwasannya alam juga memiliki batas toleransi
yang disebut dengan standard baku mutu lingkungan. Batas toleransi ini dapat diukur
dengan ilmu pengetahuan.
Baku mutu lingkungan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, adalah ukuran
batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus
ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber
daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. Baku mutu lingkungan ini berfungsi untuk menentukan
terjadinya pencemaran lingkungan hidup. Sedangkan Baku mutu lingkungan hidup
meliputi baku mutu air; baku mutu air limbah; baku mutu air laut; baku mutu
udara ambien; baku mutu emisi; baku mutu gangguan; dan baku mutu lain sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara prinsip
setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup, asal
dapat memnuhi beberapa persyaratan, antra lain memenuhi baku mutu lingkungan
hidup; dan mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
Fungsi
Baku Mutu Lingkungan adalah untuk mengatakan atau menilai bahwa lingkungan
telah rusak atau tercemar dan untuk mengetahui telah terjadi perusakan atau
pencemaran lingkungan digunakan. nilai ambang batas merupakan batas-batas daya
dukung, daya tenggang dan daya toleransi atau kemampuan lingkungan. Nilai
ambang batas tertinggi dan terendah dari kandungan zat-zat, mahluk hidup atau
komponen-komponen lain dalam setiap interaksi yang berkenaan dengan lingkungan
khususnya yang mempengaruhi mutu lingkungan. Dapat dikatakan lingkungan
tercemar apabila kondisi lingkungan telah melewati ambang batas (batas maksimum
dan batas minimum) yang telah ditetapkan berdasarkan baku mutu lingkungan.
telah menetapkan
baku mutu air pada sumber air, baku mutu limbah cair,
baku mutu udara ambien, baku mutu udara emisi dan baku mutu air laut.
selain itu Baku mutu untuk mencegah berlimpahnya limbah sehingga mengakibatkan
baku mutu lingkungan tidak memenuhi syarat penghidupan bagi manusia.Secara
garis besar Jenis-jenis baku mutu lingkungan, baku mutu air, baku mutu limbah
cair, baku mutu udara ambien, baku mutu udara emisi, dan baku mutu air laut.
Terkait Evaluasi penerapan ketentuan mengenai Baku
Mutu lingkungan di Indonesia, saya berpendapat dengan menarik Teori Lawrence M.
Friedman yang mengatakan bahwasannya “efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum (struktur of law),
substansi hukum (substance
of the law) dan budaya hukum (legal
culture)”.
Secara Substansi, penerapan ketentuan mengenai
Baku mutu lingkungan dirasa sudah dicukup baik, hal ini dibuktikan dengan
banyaknya ketentuan-ketentuan yang secara serius mengatur tentang baku mutu
lingkungan. Sebut saja UU. No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, lalu ada UU.No 39 Tahun 1999 tentang Hak asasi
Manusia,UU No. 72 Tahun 2012 tentang sistem kesehatan nasional, PP.No.19 Tahun
1999 tentang Pengendalian pencemaran dan/atau Perusakan Laut, PP No. 41 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran udara, PP No. 82 Tahun 2001 tentang
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, lalu juga ada
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004, peraturan menteri
Lingkungan Hidup No. 35 Tahun 1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang
Kendaraan Bermotor dan banyak lagi aturan-aturan hukum lainnya yang menjadi
bukti adanya keseriusan pemerintah dalam hal pengaturan mengenai ketentuan baku
mutu lingkungan, yang didalamnya memuat mengenai ketentuan-ketentuan umum,
hingga pertanggung jawaban terhadap subyek yang melanggar.
Namun, langkah progresif pemerintah terhadap
kodifikasi aturan-aturan hukum mengenai baku mutu lingkungkungan tidak
dibarengi dengan penataan struktur hukum yang baik, dimana seharusnya dilakukan
pencegahan terhadap subyek-subyek yang berpotensi besar dapat menyebabkan
pencemaran lingkungn dan melewati batas ketentuan baku mutu lingkungan,
misalnya dilakukan sosialisasi dan pemahaman kepada subyek-subyek tersebut,
namun langkah ini masih minim dilakukan. Terlebih prihal pengenaan sanksi
terhadap subyek-subyek pencemar lingkungan dan tidak dipatuhinya ketentuan
mengenai baku mutu Lingkungan. Seperti yang dilansir KBR.id yang menyebutkan
bahwasannya masih ada 300 Perusahaan tak patuhi aturan lingkungan namun Mneteri
LHK belum tetapkan sanksi.
baik, termasuk masih rendahnya kesadaran untuk
menjaga agar tidak terlewatinya baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan.
Sebagian besar masyarakat indonesia masih menggunakan cara berpikir
Antroposentris yang mengedepankan Pembangunan ekonomi dan memisahkan manusia
dengan lingkungan, sehingga mereka hanya berorientasi pada pemenafaatan dan
eksploitasi terhadap suber daya alam yang ada, tanpa diperhatikannya
perlindungan dan baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan.
Merujuk dari pemaparan diatas, dapat kita
ketahui bahwasannya ketentuan mengenai baku mutu lingkungan di Indoneisa sudah
cukup baik dengan adanya berbagai macam aturan hukum yang secara eksplisit dan
komprehensif mengatur mengenai ketentuan baku mutu lingkungan. Namun masih
menjadi pertanyaan terhadap efektivitas dan efesiensi mengenai penerapannya
dimasyarakat, guna mendorong efektivits dan efesiensi ketentuan mengenai baku
mutu lingkungan tentu perlu didorongnya perbaikan dan progresivitas Struktur
(Lembaga) dan Kultur (Budaya) Hukum terkait Konsep Baku Mutu Lingkungan.
Dengan adanya Substansi yang mengatur
ketentuan-ketentuan dan termasuk didalamnya yaitu adanya sanksi yang tegas,
baik Administrasi seperti pencabutan Izin, Perdata seperti ganti rugi hingga
pidana seperti denda dan penjara, ditambah dengan tegas dan akuntabelnya
substansi hukum serta dilengkapi dengan kultur masyarakat yang sadar terhadap
pentingnya menjaga alam dan taat terhadap ketentuan baku mutu lingkungan, maka
diharapkan akan selalu ada keseimbangan terhadap manusia dan makhluk lainnya
termasuk dengan alam sebagai anugrah dari yang maha kuasa.
#Alam_Bukan_Warisan_Nenek_Moyang_Melainkan_Titipan_Anak_Cucu.