Sunday, April 5, 2020

Baku Mutu Lingkungan Sebagai Batasan Keserakahan

“Baku Mutu Lingkungan Sebagai Batasan Keserakahan”
Oleh : Angger Wijayarto


Berpangkal pada Tugas manusia sebagai khalifah Allah dimuka bumi ini dapat dipahami dari Firman Allah dam Q.S. Ayat 30 “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khilafah dimuka bumi. “Mereka berkata: Mengapa engkau hendak menjadikan (khilafah) dibumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan Engkau?: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.[1]
Apa yang dimaksud dengan khalifah? Kata Khalifah berasal dari kata “khaif” (Menggantikan, mengganti) atau kata “khalaf” (orang yang dataang kemudian sebagai lawan dari kata “salaf” (orang yang terdahulu). Sedangkan arti kata khilafah adalah menggantikan yang lain, adakalanya karena tidak adanya (tidak hadirnya) orang yang diganti, dan adakalanya karena memuliakan (memberi penghargaan) atau mengangkat kedudukan orang yang dijadikan pengganti.[2]
Tugas manusia sebagai khalifah dimuka bumi antara lain menyangkut tugas mewujudkan kemakmuran dimuka bumi, serta mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan hidup dimuka bumi. Mewujudkannya dengan cara beriman dan beramal shaleh, bekerjasama dalam menegakkan kebenaran dan bekerjasama dalam menegakkan kesabaran. Karena tugas khalifahan merupakan tugas suci dan amanah dari Allah SWT sejak manusia pertama hingga manusia akhir zaman yang akan datang, dan merupakan perwujudan dari pelaksanaan pengabdian kepadanya.[3]
Dalam upaya menjalankan tugasnya sebagi Khalifah dimuka bumi ini, Manusia melakukan usaha untuk dapat mempertahankan hidupnya, Manusia sebagai makhluk hidup tentulah butuh makan,minum, pakaian dan tempat tinggal sebagai kebutuhan pokoknya. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut manusia akan memanfaatkan hal-hal yang tersebut, manusia memanfaatkan hal-hal yang telah disediakan oleh alam, mereka meramu, berburu,



[1] Lihat Al Quran Surah Al Baqarah Ayat 30.
[2]Malik Hantundayyanah, 2015. “Tugas manusia Sebagai Khalifaah di Muka Bumi”.
 
http://blog.unnes.ac.id/malikhatundayyanah/2015/11/24/tugas-manusia-sebagai-khalifah-dimuka-bumi/.  
 
Diakses pada hari Sabtu, 04 April 2020 Maret Pukul 15.47 WIB.
[3] Loc.Cit.

bercocok tanam, berternak, hingga sekarang menambang sumber daya mineral, semua itu tidak lain untuk mempertahakan kelangsungan hidupnya.
Namun disisi yang berbeda Manusia itu serakah. Pernyataan ini jelas tak terpungkiri, dan sejak lama telah teridentifikasi. Keserakahan sebagai bentuk perilaku tidak pernah merasa cukup atas segala nikmat yang telah didapatkan. Keserakahan dalam diri manusia tidak akan pernah hilang, sampai ia terbaring di sebelah ajal. Bila tidak ditopang oleh iman yang teguh, sepanjang hidupnya manusia akan dikuasai oleh nafsu yang pada akhirnya menjerumuskan diri kepada nilai-nilai semu, membuat penderitaannya sendiri dan juga penderitaan bagi orang lain.[4]
Sifat serakah ini menyebabkan manusia melakukan eksploitasi terhadap alam bukan hanya diambil manfaatnya guna melanjutkan kelangsungan hidupnya, tetapi sudah berorientasi pada usaha pemuasan terhadap napsunya, padahal mereka keliru, sejatinya napsu itu tak akan terpuaskan sebelum ajal menjelang.
Merujuk dari Diskursus diatas, perlu kita ketahui bahwasannya alam sejatinya diperbolehkan untuk diambil manfaatnya oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Pemanfaatan sumber daya alam haruslah bijak, kita haruslah memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan keseimbangan alam, jangan sampai kita sampai keterlaluan dalam mengeksploitasi kekayaan alam, hingga pada akhirnya alamnya rusak bahkan memberikan pelajaran berupa musibah bagi kita. Dalam upaya menjaga keseimbangn alam tersebut, kita harus mengetahui bahwasannya alam juga memiliki batas toleransi yang disebut dengan standard baku mutu lingkungan. Batas toleransi ini dapat diukur dengan ilmu pengetahuan.
Baku mutu lingkungan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. Baku mutu lingkungan ini berfungsi untuk menentukan terjadinya pencemaran lingkungan hidup. Sedangkan Baku mutu lingkungan hidup meliputi baku mutu air; baku mutu air limbah; baku mutu air laut; baku mutu udara ambien; baku mutu emisi; baku mutu gangguan; dan baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara prinsip setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup, asal dapat memnuhi beberapa persyaratan, antra lain memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.[5]
Fungsi Baku Mutu Lingkungan adalah untuk mengatakan atau menilai bahwa lingkungan telah rusak atau tercemar dan untuk mengetahui telah terjadi perusakan atau pencemaran lingkungan digunakan. nilai ambang batas merupakan batas-batas daya dukung, daya tenggang dan daya toleransi atau kemampuan lingkungan. Nilai ambang batas tertinggi dan terendah dari kandungan zat-zat, mahluk hidup atau komponen-komponen lain dalam setiap interaksi yang berkenaan dengan lingkungan khususnya yang mempengaruhi mutu lingkungan. Dapat dikatakan lingkungan tercemar apabila kondisi lingkungan telah melewati ambang batas (batas maksimum dan batas minimum) yang telah ditetapkan berdasarkan baku mutu lingkungan. telah menetapkan



[4] Muhammad Husein Haikal, 2017. “Manusia Serakah”. https://news.detik.com/kolom/d-3522815/manusia-
   serakah
. Diakses Pada Hari Sabtu, 04 April 2020 Pukul 20.18 WIB.
[5] KESMAS, 2013. ”Baku Mutu Lingkungan”. http://www.indonesian-publichealth.com/baku-mutu-lingkungan/.
   Diakses Pada Hari Sabtu, 04 April 2020 Pukul 20.31 WIB.


baku mutu air pada sumber air, baku mutu limbah cair, baku mutu udara ambien, baku mutu udara emisi dan baku mutu air laut. [6] selain itu Baku mutu untuk mencegah berlimpahnya limbah sehingga mengakibatkan baku mutu lingkungan tidak memenuhi syarat penghidupan bagi manusia.Secara garis besar Jenis-jenis baku mutu lingkungan, baku mutu air, baku mutu limbah cair, baku mutu udara ambien, baku mutu udara emisi, dan baku mutu air laut.[7]

Terkait Evaluasi penerapan ketentuan mengenai Baku Mutu lingkungan di Indonesia, saya berpendapat dengan menarik Teori Lawrence M. Friedman yang mengatakan bahwasannya “efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum (struktur of law), substansi hukum (substance of the law) dan budaya hukum (legal culture)”.[8]
Secara Substansi, penerapan ketentuan mengenai Baku mutu lingkungan dirasa sudah dicukup baik, hal ini dibuktikan dengan banyaknya ketentuan-ketentuan yang secara serius mengatur tentang baku mutu lingkungan. Sebut saja UU. No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, lalu ada UU.No 39 Tahun 1999 tentang Hak asasi Manusia,UU No. 72 Tahun 2012 tentang sistem kesehatan nasional, PP.No.19 Tahun 1999 tentang Pengendalian pencemaran dan/atau Perusakan Laut, PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran udara, PP No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, lalu juga ada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004, peraturan menteri Lingkungan Hidup No. 35 Tahun 1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor dan banyak lagi aturan-aturan hukum lainnya yang menjadi bukti adanya keseriusan pemerintah dalam hal pengaturan mengenai ketentuan baku mutu lingkungan, yang didalamnya memuat mengenai ketentuan-ketentuan umum, hingga pertanggung jawaban terhadap subyek yang melanggar.
Namun, langkah progresif pemerintah terhadap kodifikasi aturan-aturan hukum mengenai baku mutu lingkungkungan tidak dibarengi dengan penataan struktur hukum yang baik, dimana seharusnya dilakukan pencegahan terhadap subyek-subyek yang berpotensi besar dapat menyebabkan pencemaran lingkungn dan melewati batas ketentuan baku mutu lingkungan, misalnya dilakukan sosialisasi dan pemahaman kepada subyek-subyek tersebut, namun langkah ini masih minim dilakukan. Terlebih prihal pengenaan sanksi terhadap subyek-subyek pencemar lingkungan dan tidak dipatuhinya ketentuan mengenai baku mutu Lingkungan. Seperti yang dilansir KBR.id yang menyebutkan bahwasannya masih ada 300 Perusahaan tak patuhi aturan lingkungan namun Mneteri LHK belum tetapkan sanksi.[9]
Selain itu penerapan terhadap ketentuan mengenai Baku mutu Lingkungan disinyalir belum efektif dikarenakan Kultur (Budaya) huungkum masyarakat Indonesia yang belum memiliki kesadaran yang baik terhadap uapaya pengeloalaan dan perlindungan Lingkungan yang



[6] Loc.Cit.
[7]UGM.ac.Id. 2017, “Pengendalian Pencemaran Air”.  http://luk.tsipil.ugm.ac.id/atur/sda/PP20-
 1990PengendalianPencemaranAir.pdf
. Diakses pada hari Minggu, 05 April 2020 Pukul 10.43 WIB.
[8]Dede Andreas, 2015. “Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman”.
 
https://dedeandreas.blogspot.com/2015/03/teori-sistem-hukum-lawrence-m-friedman.html. Diakses pada Hari
 Minggu, 05 April 2020 Pukul 10.55 WIB.
[9] Dwi Reinjani, 2020. “300 Perusahaan tak patuhi aturan lingkungan namun Mneteri LHK belum tetapkan
   sanksi”
https://m.kbr.id/nasional/01-2020-300- an_perusahaan_tak_patuhi_aturan_lingkungan_menteri_lhk_belum_tetapkan_sanksi/101877.html. Diakses
   pada hari Minggu, 05 April 2020 Pukul 11.35 WIB.


baik, termasuk masih rendahnya kesadaran untuk menjaga agar tidak terlewatinya baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan. Sebagian besar masyarakat indonesia masih menggunakan cara berpikir Antroposentris yang mengedepankan Pembangunan ekonomi dan memisahkan manusia dengan lingkungan, sehingga mereka hanya berorientasi pada pemenafaatan dan eksploitasi terhadap suber daya alam yang ada, tanpa diperhatikannya perlindungan dan baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan.
Merujuk dari pemaparan diatas, dapat kita ketahui bahwasannya ketentuan mengenai baku mutu lingkungan di Indoneisa sudah cukup baik dengan adanya berbagai macam aturan hukum yang secara eksplisit dan komprehensif mengatur mengenai ketentuan baku mutu lingkungan. Namun masih menjadi pertanyaan terhadap efektivitas dan efesiensi mengenai penerapannya dimasyarakat, guna mendorong efektivits dan efesiensi ketentuan mengenai baku mutu lingkungan tentu perlu didorongnya perbaikan dan progresivitas Struktur (Lembaga) dan Kultur (Budaya) Hukum terkait Konsep Baku Mutu Lingkungan.
Dengan adanya Substansi yang mengatur ketentuan-ketentuan dan termasuk didalamnya yaitu adanya sanksi yang tegas, baik Administrasi seperti pencabutan Izin, Perdata seperti ganti rugi hingga pidana seperti denda dan penjara, ditambah dengan tegas dan akuntabelnya substansi hukum serta dilengkapi dengan kultur masyarakat yang sadar terhadap pentingnya menjaga alam dan taat terhadap ketentuan baku mutu lingkungan, maka diharapkan akan selalu ada keseimbangan terhadap manusia dan makhluk lainnya termasuk dengan alam sebagai anugrah dari yang maha kuasa.

#Alam_Bukan_Warisan_Nenek_Moyang_Melainkan_Titipan_Anak_Cucu.

No comments:

Post a Comment